Minggu, 27 Februari 2011

Sajak Diam


SAJAK DIAM


terdiam dan berfikir

terdiam dan tersenyum

terdiam dan terjaga

terdiam dalam keteraturan

keteraturan memaknai sunyi

sunyi termakan oleh fikir yang terjaga oleh senyum

menyapa jiwa ramah dalam lembutnya sejuk.

(taufiq,25.02.11)

Sedikit Cerita Di Pulau Garam

SEDIKIT CERITA DI PULAU GARAM

Jumad, 28 Mei 2010, pukul 09.00 WIB


Kebersamaan Awal Kuliah

Kebersamaan memang terasa mengasikkan. Tentunya kita mempunya teman yang dekat dengan kita dan hal itu membuat kita nyaman untuk berbagi. Apa lagi membunyai teman yang memiliki hobi sama pastinya apapun aktifitas ingin dikerjakan bersama. Tidak cukup dengan mempunyai hobi yang sama, tentunya juga adanya rasa saling menghargai, menghormati dan tahu sifat masing-masing. Karena hakikatnya manusia memiliki sifat yang berbeda-beda dan itu harus disikapi dengan dewasa. Hal itulah yang melatarbelakangi keakraban dalam berteman.

Seperti pertemanan kami ini, berawal dari teman belajar di salah satu perguruan tinggi ternama di Surabaya, yaitu Unesa. Tepatnya teman satu kelas Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia. Empat semester sudah kita bersama dalam menuntut ilmu. Tentunya ada suka dan dukanya. Ada beberapa hal yang membuat kita semakin dekat dak akrab, yaitu dimanapun ketika bersama-sama pasti tak lupa diselipi guyonan-guyonan konyol khas asal kota masing-masing, ada yang khas Ngawi, Jombang, Bojonegoro, Tuban, Gresik, Sidoarjo, Madura, Surabaya, dll. Ya walaupun kadang gak nyambung tak apalah yang penting bisa mengakrabkan kami.

Perjalanan ke Pulau Seberang

Pengalaman yang mengasikkan ketika kami mengadakan touring bersama. Kota pertama yang kami jelajahi adalah kota di pulau Madura. Tujuannya sih ingin observasi untuk tugas Fonologi, tapi ternyata sekalian berwisata mengunjungi tempat-tempat yang sekiranya khas didaerah itu. Sekitar pukul 09.00 pagi tanggal 28 Mei 2010 hari jumat rombongan berangkat dari Surabaya. Ditengah perjalanan masih di Surabaya rombongan sudah terpecah, biang keroknya adalah Husain Asegaf yang memiliki panggilan sayang Gaf-gaf. He he he.... Padahal sebelum berangkat semua sudah berdiskusi tentang rute yang akan dilalui. Kesalahannya Husain ragu ketika berada di pertigaan PTC, seharusnya rutenya perempatan lurus, tetapi Husain memaksa dan dengan PDnya belok kanan. Setelah beberapa meter kedepan terpaksa rombongan menepi dan mencoba menghubungi teman yang tersesat dengan harapan agar cepat kembali kejalan yang benar. Cukup lama juga menunggu mereka, sudah hampir 30 menit bercakap di pinggir jalan, akhirnya mereka diundal (balik arah untuk mencari). Dan tak lama kemudian pihak yang tersesat datang dengan muka santai seperti slogannya santai wae. Waktu itu juga kami bersiap untuk berangkat kembali menuju pulau di seberang kota pahlawan ini. Dengan rombongan kami menikmati setiap momen dalam perjalanan. Ada enam montor dalam rombongan kami. Sedikit ngebut (mengendara dengan cepat) karena waktu sedikit molor dari perhitungan awal. Tetapi ketika melalui jembatan terpanjang se Asia Tenggara ini kami menikmatinya maunya sih berhenti ditengah untuk berfoto bersama, tetapi berhubung waktu dan takut kena tilang juga karena peraturan dalam melalui jembatan ini tidak boleh berhenti sepanjang jembatan. Tetapi tak apalah walaupun begitu kita tetap bangga karena merasa memiliki juga jembatan Suramadu ini, sempat terpercik rasa kagum oleh keindahannya. Ya semoga tidak ada lagi tangan-tangan jahil yang iseng untuk mencabuti mur, baut, dan besi jembatan. Gak bisa terbayangkan kalau Jembatan Suramadu roboh karena besi-besinya dicuri.

Kembali ke topik cerita. Kira-kira 30 menit melalui jembatan Suramadu akhirnya kami menginjakkan kaki di pulau yang mendapat julukan pulau garam ini. Jalan setelah jembatan hanyalah lurus panjang. Dan itu dimanfaatkan teman-teman untuk adu kecepatan, kenapa kami berani, karena jalanan sangat mengang sekali. Jadi untuk menghemat waktu juga kami memacu montor dengan kencang. Sampai di pertigaan Bangakalan kalau belok kiri ke kota Bangkatan kalau belok kanan ke kota Sampang dan tentunya kami belok kanan. Setelah pertigaan Bangkalan laju montor yang kami kendarai melaju dengan kecepatan kencang sekitar 80 km keatas. Sepanjang perjalanan menuju Sampang ada fenomena aneh yang saya tangkap dan yang tidak ada di daerah kami. Yaitu kebiasaan warga Madura yang sering meninta sumbangan. Jadi hampir disetiap mushola atau masjid yang dekat dengan jalan warga membuat pos dan disitu bergerombol orang ada yang berbicara lewat spiker tentunya dengan logat maduranya yang intinya meminta sedikit materi untuk sumbangan membangun masjid katanya, ada yang membawa wadah berjejer di sepanjang jalan dekat masjid untuk menampung uang dari para pengguna jalan yang ingin menyumbang, ramailah pokoknya. Melihat yang kelompok pertama sih wajar, tetapi setelah bebarapa menit kemudian didepan banyak ternyata dan itu menurut saya sangat mengganggu pengguna jalan. Karena mereka berdiri agak ketengah jalan sambil mengulurkan wadah, takutnya kalau tertabrak. Tapi ya itulah kebiasaan bagi mereka dan mungkin sudah menjadi budaya. Di Surabaya juga banyak para pencari sumbangan dari rumah kerumah dan kebanyakan dari Madura itu pun setelah aku tanyain asalnya (bukan bermaksud untuk menghina lo kawan). Ya inilah keragaman Indonesia, yang penting rukun-rukun saja lah. Dan satu lagi, jalan di Madura ini aspalnya pun sedikit berbeda yaitu berwarna hitam dengan bintik putih. Ternyata pasirnya itu memang putih. (ya ini sepengetahuanku saja, gak tahu kalau didaerah lain ada yang sama).

Sampai di Kota Sampang

Sekitar pukul 11.00 akhirnya sampai di Sampanag. Kami sengaja ingin menginap di rumahnya Anas. Dengan sambutan keluarganya Anas yang hangat kami pun beristirahat sejenak untuk menghapus peluh setelah dua jam perjalanan dari Surabaya. Dengan hidangan khas Sampang krupuk tela yang ditutulkan pada sambal pedas manis dengan dditemani segelas teh, mantap rasanya. Setelah 30 menit beristirahat kamipun beranjak untuk pergi sholat jumat karena hati itu hari Jumat. Kami diajak anas ke salah satu masjid yang bersejarah. Dan menurutku masjit itu unik, karena pertama, masjid itu merada di tengah komplek pemakaman, dan itu merupakan komplek pemakaman sesepuh desa dan makam Ratu Ibu. Jadi setelah sholat para jamaah menyempatkan diri untuk berziarah kubur. Kedua, masjid itu didalamnya memiliki empat tiang penyangga yang tiangnya itu umumnya lurus, tetapi ini ke empat tiangnya miring semua, tetapi masih kuat menyangga. Subhanallah, ucapku. Ketiga, kutbahnya memakai bahasa arab semuanya. Setelah selesai sholat kamipin menyempatkan diri berziarah dengan dipimpin doa oleh pak Zain (salah satu rombongan kami). Bersamaan dengan perjalanan pulang kami berhenti sejenak mengunjungi petilasan dengan keajaiban dalam satu tempat terdapat tujuh sumur dan menemukan keunikan-keunikan lainnya. Dari tempai itu kita beranjak kembali kerumah. Selain itu kami juga mengunjungi pantai Sampang di sore hari, malamnya ke alon-alon Sampang sambil ngopi dan bercakap. Paginya berkunjung ke Goa Lebar Trunojoyo yang didalamnya ada patung raksasa mirip manusia dengan tubuh hijau yang besar dan tak lupa berfoto ria. Kami juga mengunjungi pemandian dari sumber mata air yang selalu ramai dengan warga yang beraktifitas memanfaatkan sumber air tersebut. Tak lupa kami ke Pemakasan untuk melihat api abadi, yaitu api yang muncul dari tanah dan tak kan padam, entah sampai kapan. Api itu dimanfaatkan warga untuk memasak, membakar jagung dan sebagainya. Seharian penuh berkunjung ke kota Sampang dan Pamekasan.

Itulah sedikit cerita tentang touring ke Madura. Sedikit cerita tentang kebersamaan kami. Semoga bertemu kembali di lain waktu dengan agenda bersama yang lebih mengasikkan lagi. Sedetik waktu terlewat, tidak akan pernah bisa kembali. Maka jangan sia-siakan waktu yang kita miliki. Ok kawan, sampai jumpa di cerita berikutnya.

Bersambung